Jumat, 03 Februari 2012

Prima Nomor Enam

Diposting oleh Adelina Sanusi di 01.35

Prima nomor enam

Setelah hampir 2 jam menunggu akhirnya bus jurusan Jakarta- Bandung keluar dari terminal, aku melangkahkan ragaku dengan ragu apakah aku berani melalui perjalanan ini menuju Bandung, namun dengan tekad dan sedikit keberanian, aku siap melangkahkan perjalanan ini walaupun sebelumnya aku tidak pernah menginjakkan kaki ke Bandung dan kini pun aku hanya seorang diri. “ Tuhan , jikalau memang langkahku ini baik, terangi langkahku menuju kekasihku”. Bisikku saat aku masuk ke dalam bus dan mencari kursi kosong dan mulai duduk pada barisan depan dekat supir, aku sedikit takut dan  mulai gelisah apalagi Reza kekasihku sama sekali tak mengetahui bahwa aku akan pergi ke Bandung untuk menemuinya.
Hubungan kami yang sudah satu minggu renggang membuat aku seperti berjalan menuju klimaks kehancuran, sikap dan sifatnya akhir- akhir ini, apalagi kecemburuannya padaku membuat aku tak mampu meredam luapan emosinya. “ KMU DMN SKRG ??”, bentuk smsku untuknya yang sudah terkirim beberapa menit yang lalu, tak lama kemudian ia pun membalas sms ku “ D’TMPT KOST TMN”, tak ada respon perhatian darinya sungguh membuatku kesal bahkan membalas sms pun dengan sikap yang dingin, aku hanya bisa mengusap dada melihat tingkahnya akhir- akhir ini. “GA USH BLS”, balasanku dengan singkat untuknya. Dengan  cepat Reza pun membalas “ DE, AKU SIBUK. AKU SAYANG KAMU, NNTI AKU SMS LG”. balasan itu sedikit membuat aku tenang dan lega.
Hubungan aku dan Reza terhalang oleh jarak, jarak study kami yang jauh membuat kami jarang bertatap muka, hari- hari kami diselimuti pertengkaran konyol seperti layaknya anak kecil yang sedang bermusuhan dengan temannya. Ini kali pertama aku ke Bandung menemuinya selama hampir dua tahun pacaran. Aku hanya tahu alamat kampusnya tanpa mengetahui alamat kost yang Reza tempati.
Aku menempuh perjalanan hampir 4 jam Jakarta- Bandung, begitu melelahkan tapi aku tetap membuka mata untuk melihat pemandangan di luar bus, sangat indah melihat gunung yang dikelilingi pepohonan rimba di atas jalan tol Cipularang, kesejukan yang nyata terlintas saat aku mencium bau kabut, berbeda jauh dengan Jakarta yang dikelilingi polusi.
Setelah berhasil menempuh perjalanan akhirnya tibalah aku di terminal bus Bandung yang begitu luas, sementara aku sendiri bingung dan tak tahu harus bagaimana di daerah yang baru aku singgahi ini, awalnya aku tak mau Reza mengetahui kedatanganku dan sekaligus aku ingin memberi surprise buat dia. Namun saat itu aku benar- benar lelah, apalagi untuk bertanya- tanya untuk menemukan alamat. Jadi dengan terpaksa  aku menghubungi Reza untuk menjemputku, saat aku mulai menghubunginya terdengar bunyi suara operator yang memberitahukan bahwa nomornya sedang tidak aktif. Aku mulai jengkel dengan Reza, apalagi aku hanya tahu nomor hp dia tanpa mengetahui nomor teman kostnya, ini sulit kubayangkan disaat aku benar- benar butuh kenapa dia menghilang, atau aku yang salah karena tak memberitahukan kedatanganku. Tapi yang pasti saat ini aku bingung sehingga ku telan lelahku dalam- dalam dan terus mencoba kembali melanjutkan perjalanan, bertanya sana sini, mampir ke beberapa gubuk kelontong.
Akhirnya  setelah hampir 2 jam aku berleha- leha mencari alamat, aku sampai disalah satu Universitas di Bandung dan yang tak lain adalah tempat Reza kuliah menimba study. Sambil melepas penat dan lelahku, aku duduk di teras depan pinggir jalan dekat gerbang kampus itu, tak mempedulikan mahasiswa- mahasiswa itu yang memandangiku penuh keringat, seketika itu ada seorang pria  dari arah ujung jalan yang sepertinya sedang menuju kearahku.
“ Punten neng, nuju naon di dieu teh nyalira wae ??”, tanyanya kepadaku yang sedikit agak asing ucapannya buatku.
“ maaf kang, aku dari Jakarta dan aku tidak mengerti banyak bahasa sunda,”jawabku
“ ouh neng teh dari Jakarta, kenalin atuh nama saya Rendy, mahasiswa di kampus ini. Rasanya saya teh kenal kamu deh?”.. tanyanya yang membuatku heran
“ kenal aku dimana?? Kan aku baru pertama kali ke Bandung,” tegasku sambil cepat mengharapkan jawabannya.
“ saya teh pernah liat foto- foto kamu di handphone teman kost saya dan …….”, ujarnya yang langsung aku potong pembicaraannya “ Teman kamu Reza ?????”, tanyaku secepat kilat
“ nah geuning tau eta, makanya saya teh kesini asa kenal kamu dari kejauhan. Kamu teh ……”
“ Bisa antar aku ke tempat Reza gak ?? please bantu aku, aku udah lelah, gak mau ngobrol banyak- banyak, pingin cepet ketemu Reza ” tegasku kembali sambil memotong pembicaraannya.
“ emang kamu teh ada perlu apa sama Reza ?? kok sampai segitunya pingin ketemu teh, kamu lagi deket sama Reza ya??” tanyanya yang membuat aku menjadi orang bodoh dan heran, kok bisa Rendy gak tahu siapa aku, sedangkan dia pernah liat foto- foto aku di handphone Reza, masa sih Reza gak pernah cerita tentang hubungannya dengan aku ke teman- temannya, masa iya sih Reza gak kasih tau ke Rendy kalau foto- foto yang  Rendy liat di handphone itu foto pacarnya yaitu aku atau mungkin juga Rendy yang gak terlalu memikirkan hal itu.
“ Gini ya Ren, aku tuh pacarnya Reza sejak SMA kami udah pacaran hampir 3 tahun, dan sekarang  aku sengaja datang ke Bandung buat ketemu sama dia tapi dia gak tau kedatangan aku, aku sengaja gak memberitahunya dulu”, jawabku dengan rasa sedih
“ ohh, ya ampun jadi kamu teh pacarnya Reza??, kamu bela- belain ke Bandung teh buat ketemu dia kitu ?,”tanyanya
“hah ?” sambil heran kenapa dia baru tahu aku pacarnya Reza, “ Jadi bisa anterin aku gak sih ?? tanyaku sambil kesal karena pertanyaan menjengkelkan itu,
“ Aduh gimana yah, saya teh gak berani anterin kamu takut salah faham dari Rezanya sendiri. Gini aja ya, saya kasih tau tempatnya nanti kamu yang kesana sendiri gimana ??, tanyanya dengan wajah pucat pasih dan sedikit gugup.
“ lokh kok gak berani sih?? Ada apaan sih?, tanyaku yang sama sekali tak mempedulikan pertanyaan Rendy sebelumnya,
“ Aduh kumaha nya, gak kenapa- kenapa sih, udah atuh gini aja sekarang kamu jalan ke  arah gang ujung pagar kampus sebelah kiri tah , terus kamu masuk gang itu sekitar 200 meter nanti dipinggir jalan gang itu ada pagar rumah cat kuning dan ada tulisan Kost Prima, nah disitu teh tempat Reza ngekost, dia tinggal di kamar kost nomor 6”, jelasnya dengan detail
“ ouhh, heumpp thanks yah, tapi …” jawabku yang segera di potong
“ udah sana katanya mau ketemu Reza, ouh ya jangan sampai Reza tau yah kalau Rendy yang kasih tau alamat kost dia, jangan bilang juga kalau kita ketemu, saya harap kamu mengerti yah” tegasnya
“ iya aku ngerti kok, thanks yah Ren?, sambil tersenyum walaupun aku sendiri sebenarnya tak mengerti kenapa dia bicara seperti itu.
“ Astagfirullah, Ren teh lupa tanya nama kamu saha ??” tanyanya sambil tertawa
“ Ouh iya lupa, hahaha … , nama aku Reisya Metafina, panggil aja aku Icha, salam kenal ya Ren” sambil tersenyum menjabatkan tanganku.
“ iyaa sama- sama cha, oh ya kalau ada apa- apa hubungi Ren aja ke nomor ini ya” sambil menyebutkan nomor handphone dan aku pun mencatatnya di handphone.
“ oke deh Ren, maaf udah ngerepotin kamu, assalamualaikum” ujarku
“ gak apa- apa, yaudah waalaikusalam cha” sambil tersenyum.
Aku segera melangkahkan kakiku, mempercepat waktu karena sudah pukul 14.00 WIB, aku menuju gang itu dan terus berjalan mencari pagar bercat kuning, kondisiku yang lemah tidak membuatku mengeluh, aku ingin segera menemui pacarku yang sudah hampir 5 bulan tak bertemu.
Setelah melewati langkah 200 meter, akhirnya sebuah rumah berjejer sekitar 10 petak seperti kostan dengan halaman yang luas, berpagar besi warna kuning dihiasi gemercik air gunung yang mengalir di bawah jembatan depan gerbang kost itu. ku buka pintu pagar itu, tapi tak terlihat dan tak terdengar bunyi ramai di sini, padahal di Jakarta tepatnya di tempat kost ku, apalagi pada siang hari, ramenya seperti pasar. Yang terlihat hanyalah jemuran pakaian , dan sangat terlihat motor matic merah yang sudah sangat aku kenal, itu motor yang sering kami pakai waktu SMA ketika berangkat sekolah bareng, pulang sekolah bareng. Gak mungkin aku tidak mengenal kendaraan yang satu ini, terlalu banyak kenangan yang kami lewati dimasa SMA dulu.
Ku lihat dan ku pandangi tiap nomor yang tertera di depan pintu kamar kost, akhirnya langkah demi langkah nomor 6 sudah terlihat dari kejauhan sekitar 25 meter dari arahku. Seketika itu perasaanku menjadi gelisah akhirnya aku memperlambat langkahku dan terbesit fikiran tentang Rendy yang tak mau mengantarkan aku ke sini, kalau memang tidak ada apa- apa kenapa Rendy begitu takut dan menghindar apalagi dia tak mau disebut namanya olehku di depan Reza, aku mulai curiga dan bertanya- Tanya ada apa dengan pacarku ini ??
Aku mulai menghentikan langkahku sejenak, aku heran dan kaget mendengar suara bising seperti ada yang memainkan gitar akustik dan sepertinya suara itu berada di kamar nomor 6, aku yang sempat panik dan curiga akhirnya segera mempercepat langkahku menuju suara itu. setelah aku berada 2 meter dari pintu nomor 6 itu terlihat pintu sudah terbuka dan aku lantas masuk dengan penuh keheranan,  seketika aku lemas dan tak bisa berbuat apa- apa melihat Reza dengan seorang wanita ditemani browniss cake yang ditaburi lilin, lampu yang sedikit menyinari kamar kost.
“Apa- apaan ini ??” tanyaku dengan nada penuh kehancuran
“ De, kamu kok bisa ada di sini ??, kapan datangnya? “ tanyanya dengan wajah pucat pasih, gugup, kaget.
Aku terdiam dan tak menjawab apa- apa, lalu dia meneruskan pembicaraanya,” Jangan salah faham de, aku sama……”
langsung ku potong pembicaraannya dengan nada sedih pelan sedikit tak terdengar suaraku,
“ ini yang kamu bilang sibuk , jadi ini yang buat kita menyantap pertengkaran setiap hari, ini balasan kamu, pantaskah kamu masih bilang sayang sama aku, aku di sini untuk kamu, tapi sayangnya kamu di sini untuk yang lain”.
“De….?? “, panggilan sayang untukku sambil memelas,” aku bisa jelasin semua de, kamu gak percaya gitu sama aku?, tegasnya dengan nada tinggi yang langsung aku jawab
“ Aku lemah, dan kelemahanku semudah itu kamu bodohi, gak perlu ada penjelasan lagi, aku kecewa.” Ujarku
“ Saha ieu ?, sayang ieu awewe saha ?” Tanya seorang wanita yang sejak pertama kali aku lihat duduk disamping Reza sambil menyuapkan sepotong browniss cake pada Reza
“ Marbot, gak usah ikut campur, bikin kacau” jawabku dengan kesal.
Dihadapanku, wanita itu langsung mencium pipi kiri Reza yang sejak tadi berdiri disampingnya mendengar pertengkaran kami, lalu pergi begitu saja tanpa mempedulikan kekesalanku, aku mulai geram melihat tingkahnya dan akhirnya aku mencoba mengejar langkah wanita itu bermaksud menjambak rambutnya, namun Reza menghalangiku dengan memegang tangan kananku lalu mencium keningku,
“ De, maafin aku please … aku bisa jelasin semua, oke dia itu orang ketiga di antara kita, aku selingkuh sama dia, namanya Clara, hubungan kami sudah 2 bulan. Aku seperti ini karena aku jenuh sama hubungan kita, kamu juga udah jarang perhatian sama aku de, aku ngaku salah de”, ujarnya dengan nada lembut penuh iba, namun apalah daya aku sudah terlampau kecewa melihat kenyataan ini. Bagaimana tidak, aku yang selalu setia tapi tak berarti apa- apa dimata dia, aku menaruh kepercayaan penuh tapi apa yang aku dapat saat ini, 3 tahun hubungan kami dapat dikalahkan dengan 2 bulan hubungan Reza sama Clara, dia memang mengakui kesalahannya itu tapi komitmen yang sudah kami bangun sejak awal berpacaran kini benar- benar dipertaruhkan, tidak ada kesempatan kedua bagi seseorang diantara kami yang mengkhianati pasangannya masing- masing. Itu komitmen yang dipertaruhkan saat ini.
“ Aku tahu de, aku ngaku salah tapi jangan selalu memojokkan aku, jangan kamu menganggap ini hanya kesalahan aku, ini juga kesalahan kamu yang gak peduli sama aku. Gak ada inisiatif buat ketemu padahal udah 5 bulan gak ketemu, jangan salahin aku sepenuhnya, udah lah lupain aja masalah ini, gak ada salahnya kan memulai dari awal” ujarnya kembali dengan kasar, membuatku meneteskan airmata,
 “ Lupain ? Mulai dari awal ?, astaga cowok macam apa kamu ini, kamu bukan Reza yang ku kenal dulu, lebih baik lupain semuanya aja”, tegasku
Lantas wanita yang membuatku geram itu muncul kembali , darahku terasa naik .
“ sayang, besok jangan lupa yah. Oh ya handphoneku ketinggalan nih, sampai ketemu besok yah beibh “ ujarnya dengan nada rayu dan seperti sengaja membuat aku cemburu, saat aku kembali ingin menjambak rambutnya, lagi- lagi Reza menghalangiku dengan menepis tanganku. Spontan aku berbicara
“ jelas buat aku, Lupain semua, tentang kita, tentang aku, hubungan kita, Lupain semuanya. Makasihh Za “. Tegasku dengan air mata yang sudah membasahi pipiku, sambil melangkah keluar meninggalkan nomor 6 itu.
Setelah melangkah jauh, tak terlihat olehku batang hidung Reza yang berniat mengejar kepergianku, aku mengharapkan dia menghalangi kepergianku dan tetap membiarkan aku disini, tapi semua itu hanya harapan kosong untukku. Dari situlah aku benar- benar menyadari, ini memang jalan yang sudah Tuhan tunjukkan kepadaku. 3 tahun tak berarti apa- apa, akhir yang menyedihkan dan tak sepadan saat awal pertemuan kami dulu. Sesampainya aku di depan gang samping kampus, setelah melewati pagar bercat kuning itu, ada Rendy yang sepertinya sudah menduga hal yang tak baik menerpaku, sepertinya dia tahu semua kelakuan Reza. Aku kecewa dengan Rendy yang tak member tahuku dari awal, apa yang disembunyikannya dariku tentang Reza membuat aku diterpa sebuah pertanyaan besar, tapi kini sudah tak berguna lagi.
Saat aku lewat di hadapannya, dia menyapa sambil mengkhawatirkan aku “ Cha, kamu gak apa- apa kan ??”, aku menoleh ke arahnya dan menatapnya penuh kesedihan lalu aku langsung pergi meninggalkannya, aku segera pulang dengan keadaan capek, lemas, tak ada tempat untuk berteduh hari ini. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang mala mini juga dan pulang membawa airmata dan kehancuran.

Adelina Sanusi

2 komentar:

Ina Agustia on 10 Februari 2012 pukul 06.00 mengatakan...

bdg,jkt,bdg,jkt,, trus ckrg dah hahaha

Adelina Sanusi on 10 Februari 2012 pukul 19.03 mengatakan...

hehehee itu pengalaman pribadi kayanya :')

Posting Komentar

 

Sastra remaja Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting