Jumat, 03 Februari 2012

Sayangi Ibumu

Diposting oleh Adelina Sanusi di 18.37 1 komentar
Puisi untuk Bunda

Binar matamu, tepiskan lelahku
Senyum nan mulia, meleburkan amarahku
Hangat pelukmu, sejukkan duniaku
Tak mampu terlukiskan olehku Bunda....

  Kau cemaskanku dalam setiap doamu
  Kau rajut hatiku dengan kasih sayang
  Kau bimbing hati ini pada cinta yang nyata
  Tak mampu terbayar sayangmu untukku   Bunda...

Ikhlasmu mendewasakanku
Nyawamu menghidupkanku
Hembus nafasmu adalah do’a untukku
Tetes air matamu ..
Detak ja ntungmu ...
Semangatkan hidupku
Tak akan mampu kehilanganmu Bunda......
 
Adelina Sanusi

Puisi Rindu Untuk Kekasih

Diposting oleh Adelina Sanusi di 04.46 0 komentar
Menyabit Rindu

Kulukiskan kisah ini pada sehelai kanvas
Mata yang selalu mendelik sosokmu
Bibir yang menuturkan lirik ucapanmu
Senyum hangat yang selalu  terlintas direlungku

  Kau dekatkan aku pada kerinduan
  Kerinduan yang menyesakkan nafsu
  Nafsu yang memuncakkan kehampaan
  Kehampaan yang berpeluh kebimbangan

Saat tersadar menggerutukan hati
Seakan keharusan menyabit hadirmu
Menemaniku tanpa ragamu
Untuk cinta yang selalu merekah
Kurajut dalam derai kalbuku....


Adelina Sanusi

Airmata Putri

Diposting oleh Adelina Sanusi di 02.26 0 komentar
Airmata Putri

Heningnya malam memaksa aku untuk bergelimang air mata, malam ini aku merasa sangat sangat sedih. Di hadapan jendela kamarku, tepatnya  dihadapan rintik air hujan aku mencurahkan batinku yang terlalu menyesakkan dada ini. Seakan air hujan ini mewakili air mata ku yang kering dan tak bisa menangis karena komitmenku yang tidak boleh menangis sejak wafatnya mama beberapa tahun lalu saat aku baru beranjak kuliah tingkat 2.
Andaikan hatiku bisa dilihat, aku yakin orang yang melihat hatiku ini pasti akan menangis iba kepadaku. Malam ini sungguh aku ingin mama ada disamping aku, menemani tidur aku, sungguh aku ingin mama ada disini. “ Mama. Putri kangen sama mama, maafkan putri selama ini, putri sayang sama mama” bisikku dalam hati. Kucoba menepis fikiran itu, lalu aku segera beranjak ke kamar mandi. Air wudhu yang sudah membasahiku, menemani aku dalam sujudku, lalu ku ambil ayat suci itu, dan dengan suara yang penuh keluh kesahku itu sambil mengumandangkan Al-quran, air mataku menetes deras teringat dikala tengah malam, mama sering membangunkanku untuk tahajud, sungguh kerinduanku memuncak.
 Setelah itu kutadahkan kedua tanganku, “ Tuhan, dulu mama selalu menemani tahajudku, aku ingin sekali mencium telapak kaki mama, tapi apa dayaku Tuhan, Engkau telah mengambil ia dari pelukanku. Tuhan, sampaikan selalu doaku untuknya, Amin “. Sejenak airmata ini terhenti dan aku mulia merasa lega dan tenang, lalu aku bergegas tidur karena besok aku harus bersiap- siap untuk acara wisudaku.
Fajar subuh akhirnya membangunkanku, aku segera melakukan aktivitas dah keperluan yang sudah ku siapkan sebelumnya. Aku dengan kebaya merah pemberian mama yang dibaluti manic- manic indah sudah siap untuk menghantarkan aku untuk menghadiri acara wisudaku yang digelar di salah satu gedung serbaguna di daerah Jakarta. Ayah setia mendampingi aku, ayah juga yang menjadi sesosok mama saat ini buat aku.
Tepat pukul 06.00 WIB aku dan ayah berangkat menuju acara itu, dan ditengah perjalanan ayah sempat menghibur aku yang saat itu murung diri. “ anak ayah cantik sekali, apalagi kalau sambil tersenyum”, aku heran dan sedikit tersipu malu “ ayah bisa aja deh “, jawabku.
“ Put, kamu itu mirip sekali sama almarhumah mama kamu saat beliau masih seusia kamu, dan kebaya itu mengingatkan ayah pada hari pernikahan ayah dan mama, kebaya itu menemani mama saat acara resepsi pernikahan kami dulu”, ujarnya.
“ ayah kangen yah sama mama ?? “, tanyaku… lalu ayah hanya terdiam dan aku melihat dimatanya ada segumpal air mata yang tertahan dengan jelas.
Dengan nada bercanda aku mencoba untuk menghibur ayah yang sejak tadi dia yang selalu menghibur aku, “ ayah, ajak aku nonton dong. Aku belum pernah lokh nonton bareng sama ayah, ada film terbaru yah, judulnya Kecebur dalam sumur, nonton yuk ??,” akhirnya aku berhasil membuat ayah tertawa,
“ masa sih put judulnya kecebur dalam sumur ?? hahahahaha, ya udah nanti kita nonton film itu. Sekarang kamu siap- siap dulu, rapihkan makeupnya tuh blash on kamu kurang tebal, ayah jamin pasti kamu yang paling cantik di acara itu” candanya … “  iya dong siapa dulu, anak ayah sama mama , hehehe “. Aku anak tunggal dari pasangan ayah dan mama, aku dibesarkan dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Ayah dan mama selalu memberi apa yang aku mau, kasih sayang mereka terlimpahkan kepadaku.
Akhrinya tepat pukul 07.00 WIB kami sampai di acara wisuda itu, memakan waktu 1 jam untuk sampai disini. Aku dan ayah segera mengisi absen yang tepat berada di ruang penerima tamu. Setelah itu kita mencari tempat duduk yang sudah ditentukan sebelumnya oleh pihak fakultas. Aku merasa deg- degan sekaligus bahagia karena sebentar lagi aku dapat menyelesaikan S1 aku, aku tidak perlu membebani ayah lagi yang sejak kecil membiayai pendidikan aku.
Rencananya selesai kuliah aku mau bekerja disalah satu perusahaan milik paman aku, aku ingin membahagiakan ayah yang selalu kesepian hari- harinya sejak mama wafat. Setelah beberapa saat kami semua menunggu akhirnya acarapun dimulai tepat pukul 08.00 WIB. Acara demi acarapun telah disebutkan oleh MC dari mulai pembacaan ayat suci al-quran,sambutan- sambutan dan  lain sebagainya. Sementara itu aku mulai melihat teman- temanku didampingi orang tuanya lengkap, itu membuat aku ngedown dan inget sama mama.
 Jelas aku merasa kehilangan  dan masih sedikit belum bisa menerima kepergian mama karena mama begitu sayang sama aku, banyak hal yang belum aku pelajari dari sosok mama, mama yang selalu sabar sama aku, mama yang selalu tersenyum disaat aku berbuat sedikit kesalahan, sungguh aku tak akan mampu melupakan semua kasih sayang mama.
Saat itu juga serontak ayah mengagetkanku, “ put kamu gak apa- apak kan sayang, nama kamu dipanggil tuh sama MC buat nyanyi beberapa lagu untuk menghibur teman- teman kamu, cepat maju put, ayah pasti bangga sama kamu nak ?,” tanyanya.
“ iya yah, aku sayang ayah dan mama” jawabku sambil mencium tangan ayah, lalu ayahpun repleks mencium kening aku dan saat itulah aku merasa terharu dengan keadaan itu. Tak ada sedikitpun perasaan nearvous saat aku maju ke atas panggung, aku dengan senyumanku mencoba untuk menghibur semua yang ada di acara itu khususnya ayah, walaupun tidak ada yang tahu kalau aku sedang sedih saat itu.
Tanpa  rasa ragu aku bernyanyi dengan perasaan senang, lirik demi liri ku syairkan dan setelah satu lagu aku nyanyikan, aku berbisik kepada pemain keyboard yang mengiringi music yang berada tepat dibelakang aku dan meminta lagu kedua dan aku mencoba mengungkapkan perasaanku “ Lagu kedua ini saya persembahkan untuk ayah saya, semua orang tua mahasiswa yang ada disini khususnya teman- teman mahasiswa saya, mungkin ada sebagian dari kita yang belum pernah merasakan kehilangan seseorang yang kita sayangi, saya merasakan sekali betapa kehilangannya ketika saya kehilangan ibunda yang begitu menyayangi saya, yang rela menghantarkan nyawanya untuk melahirkan saya, memberi asi kepada saya, rela menumpahkan kasih sayang untuk anaknya.”. setelah mengungkapkan musicpun menyambut hangat perasaanku……….

Kubuka album biru, penuh debu dan usang
Kupandangi semua gambar diri, kecil bersih belum ternoda
Fikirku pun melayang, dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang, tentang riwayatku
Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
Nada- nada yang indah selalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku, tak kan jadi deritanya
Tangan halus dan suci, telah mengangkat tubuh ini
Jiwa raga dan seluruh hidup, rela dia berikan
Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
Ohhhh bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatiku....

Serentak aku menyanyikan lagu itu, aku melihat dari kejauhan, semua mata berkaca- kaca sambil bertepuk tangan penuh haru, apalagi ayah yang aku lihat meneteskan banyak air mata, sungguh aku tidak tega melihat ayah menangis. Semua yang ada disini hanyut dalam perasaan sedih aku, aku juga tidak menyangka akan hening seperti ini keadaannya.
Mama meninggal saat aku tidak ada disampingnya, saat aku tidak ada dipelukannya karena saat itu aku sedang melaksanakan study banding diluar kota. Sebelum pergi study banding mama melarang aku untuk pergi entah kenapa dan saat itu aku tidak menyadarinya kalau hari itu adalah hari terakhir aku melihat dan mendekap mama, “ nak, kamu yakin mau pergi hari ini ??” Tanya mama dengan lembut dan penuh rasa gelisah. “ iya mah, Cuma 1 minggu aja kok. Boleh ya mah ?”, rayuku ..
“ Sebelum berangkat kamu cuci kaki mama ya ??, mau kan put ?” bujuknya ..
Tanpa ada perasaan aneh dan curiga, aku menuruti permintaan mama, ketika aku mencuci kaki mama, aku lihat mama menangis dan serentak langsung memeluk tubuhku. “ mama kenapa sih ?, aku pergi Cuma 1 minggu mah, jangan buat aku khawatir dong mah ??” Tanya dan cemasku.
“mama punya sesuatu buat kamu,”, sambil membuka kotak persegi yang isinya seperti ada manic- manic indah
“hah ?? ini kan kebaya ?, ini punya siapa mah ?? ”, tanyaku
“iya, mama rasa ini waktu yang tepat untuk memberi kebaya ini buat putri, kebaya ini pernah mama pakai waktu acara resepsi pernikahan ayah dan mama, juga sekaligus saat itu nenek kamu meninggal put, mama sedih kalau lihat kebaya ini. Mama minta kamu simpan kebaya ini dan mama pingin suatu saat kamu pakai kebaya ini, mama pingin lihat kamu yang memakai kebaya ini, alangkah cantiknya anak mama kalau memakai kebaya ini.. ”
Aku langsung memeluk mama, “ mama, makasihh ya, putri sayang mama ”,.
“mama selalu ada didekat kamu put, kamu putri mama satu- satunya, kamu harus mandiri, tegar dan sabar ya nak ?”, ucapnya ..
“iya mah, putri juga sayang mama sama ayah, putri gak mau ngecewain mama sama aayh”, jawabku reflex …
Setelah sungkeman sama mama, akupun berangkat dan mama terus meneteskan airmata, tidak ada yang aneh menurutku waktu itu. aku terus memikirkan mama dalam keberangkatanku,  ada rasa gak tega aku meninggalkan mama, ditengah perjalanan aku terus memikirkan mama, darah yang mengalir ditubuhku ini seperti ingin terhenti mengalir.
 Setelah aku berada 3 hari diluar kota ,  aku mendapat kabar yang sangat mengejutkan dan menyesakkan batin aku, ayah memberi tahu aku kalau mama tiba- tiba sakit dan nyawanya tidak bisa tertolong, sungguh aku merasa menyesal telah meninggalkan mama.
Aku segera pulang dan ketika aku sampai dirumah mama sudah dibalut kain kafan, betapa aku sedih melihat mama kaku tidak berdaya. Yang buat aku tak kuasa menahan air mata adalah ketika mama dimasukan ke liang itu, darahku yang mengalir seakan mengikuti arus kubur. Saat nisan itu ditancapkan aku sudah lemas dan akhirnya tak sadarkan diri pada saat itu, sungguh waktu itu ayah merasa terpukul melihat kepergian istrinya dan juga melihat aku lemah  tak berdaya. Sejak saat itulah aku dan ayah mencoba tegar dan sabar, akan selalu ku ingat pesan mama.
ketika aku turun dari panggung setelah selesai membawakan lagu kedua itu, ayah memeluk aku dengan penuh kasih sayang, ayah bagaikan malaikat buat aku setelah kepergian mama. Setelah acara wisuda selesai akhirnya aku mengajak ayah  pergi ke makam mama dengan busana kebaya yang masih berbalut ditubuhku,
“ Mah, lihat kan aku pakai kebaya mama ??, aku cantik kan seperti mama ??, lihat aku mah, aku memakainya .” bisikku sambil menangis.

“putri, kalau kamu nangis mama pasti sedih melihatnya, senyum ya nak, ayah selalu menjaga kamu”, ucap ayah sambil mendekap aku,. kini aku bahagia karena permintaan mama sudah aku penuhi.       


Adelina Sanusi

Prima Nomor Enam

Diposting oleh Adelina Sanusi di 01.35 2 komentar

Prima nomor enam

Setelah hampir 2 jam menunggu akhirnya bus jurusan Jakarta- Bandung keluar dari terminal, aku melangkahkan ragaku dengan ragu apakah aku berani melalui perjalanan ini menuju Bandung, namun dengan tekad dan sedikit keberanian, aku siap melangkahkan perjalanan ini walaupun sebelumnya aku tidak pernah menginjakkan kaki ke Bandung dan kini pun aku hanya seorang diri. “ Tuhan , jikalau memang langkahku ini baik, terangi langkahku menuju kekasihku”. Bisikku saat aku masuk ke dalam bus dan mencari kursi kosong dan mulai duduk pada barisan depan dekat supir, aku sedikit takut dan  mulai gelisah apalagi Reza kekasihku sama sekali tak mengetahui bahwa aku akan pergi ke Bandung untuk menemuinya.
Hubungan kami yang sudah satu minggu renggang membuat aku seperti berjalan menuju klimaks kehancuran, sikap dan sifatnya akhir- akhir ini, apalagi kecemburuannya padaku membuat aku tak mampu meredam luapan emosinya. “ KMU DMN SKRG ??”, bentuk smsku untuknya yang sudah terkirim beberapa menit yang lalu, tak lama kemudian ia pun membalas sms ku “ D’TMPT KOST TMN”, tak ada respon perhatian darinya sungguh membuatku kesal bahkan membalas sms pun dengan sikap yang dingin, aku hanya bisa mengusap dada melihat tingkahnya akhir- akhir ini. “GA USH BLS”, balasanku dengan singkat untuknya. Dengan  cepat Reza pun membalas “ DE, AKU SIBUK. AKU SAYANG KAMU, NNTI AKU SMS LG”. balasan itu sedikit membuat aku tenang dan lega.
Hubungan aku dan Reza terhalang oleh jarak, jarak study kami yang jauh membuat kami jarang bertatap muka, hari- hari kami diselimuti pertengkaran konyol seperti layaknya anak kecil yang sedang bermusuhan dengan temannya. Ini kali pertama aku ke Bandung menemuinya selama hampir dua tahun pacaran. Aku hanya tahu alamat kampusnya tanpa mengetahui alamat kost yang Reza tempati.
Aku menempuh perjalanan hampir 4 jam Jakarta- Bandung, begitu melelahkan tapi aku tetap membuka mata untuk melihat pemandangan di luar bus, sangat indah melihat gunung yang dikelilingi pepohonan rimba di atas jalan tol Cipularang, kesejukan yang nyata terlintas saat aku mencium bau kabut, berbeda jauh dengan Jakarta yang dikelilingi polusi.
Setelah berhasil menempuh perjalanan akhirnya tibalah aku di terminal bus Bandung yang begitu luas, sementara aku sendiri bingung dan tak tahu harus bagaimana di daerah yang baru aku singgahi ini, awalnya aku tak mau Reza mengetahui kedatanganku dan sekaligus aku ingin memberi surprise buat dia. Namun saat itu aku benar- benar lelah, apalagi untuk bertanya- tanya untuk menemukan alamat. Jadi dengan terpaksa  aku menghubungi Reza untuk menjemputku, saat aku mulai menghubunginya terdengar bunyi suara operator yang memberitahukan bahwa nomornya sedang tidak aktif. Aku mulai jengkel dengan Reza, apalagi aku hanya tahu nomor hp dia tanpa mengetahui nomor teman kostnya, ini sulit kubayangkan disaat aku benar- benar butuh kenapa dia menghilang, atau aku yang salah karena tak memberitahukan kedatanganku. Tapi yang pasti saat ini aku bingung sehingga ku telan lelahku dalam- dalam dan terus mencoba kembali melanjutkan perjalanan, bertanya sana sini, mampir ke beberapa gubuk kelontong.
Akhirnya  setelah hampir 2 jam aku berleha- leha mencari alamat, aku sampai disalah satu Universitas di Bandung dan yang tak lain adalah tempat Reza kuliah menimba study. Sambil melepas penat dan lelahku, aku duduk di teras depan pinggir jalan dekat gerbang kampus itu, tak mempedulikan mahasiswa- mahasiswa itu yang memandangiku penuh keringat, seketika itu ada seorang pria  dari arah ujung jalan yang sepertinya sedang menuju kearahku.
“ Punten neng, nuju naon di dieu teh nyalira wae ??”, tanyanya kepadaku yang sedikit agak asing ucapannya buatku.
“ maaf kang, aku dari Jakarta dan aku tidak mengerti banyak bahasa sunda,”jawabku
“ ouh neng teh dari Jakarta, kenalin atuh nama saya Rendy, mahasiswa di kampus ini. Rasanya saya teh kenal kamu deh?”.. tanyanya yang membuatku heran
“ kenal aku dimana?? Kan aku baru pertama kali ke Bandung,” tegasku sambil cepat mengharapkan jawabannya.
“ saya teh pernah liat foto- foto kamu di handphone teman kost saya dan …….”, ujarnya yang langsung aku potong pembicaraannya “ Teman kamu Reza ?????”, tanyaku secepat kilat
“ nah geuning tau eta, makanya saya teh kesini asa kenal kamu dari kejauhan. Kamu teh ……”
“ Bisa antar aku ke tempat Reza gak ?? please bantu aku, aku udah lelah, gak mau ngobrol banyak- banyak, pingin cepet ketemu Reza ” tegasku kembali sambil memotong pembicaraannya.
“ emang kamu teh ada perlu apa sama Reza ?? kok sampai segitunya pingin ketemu teh, kamu lagi deket sama Reza ya??” tanyanya yang membuat aku menjadi orang bodoh dan heran, kok bisa Rendy gak tahu siapa aku, sedangkan dia pernah liat foto- foto aku di handphone Reza, masa sih Reza gak pernah cerita tentang hubungannya dengan aku ke teman- temannya, masa iya sih Reza gak kasih tau ke Rendy kalau foto- foto yang  Rendy liat di handphone itu foto pacarnya yaitu aku atau mungkin juga Rendy yang gak terlalu memikirkan hal itu.
“ Gini ya Ren, aku tuh pacarnya Reza sejak SMA kami udah pacaran hampir 3 tahun, dan sekarang  aku sengaja datang ke Bandung buat ketemu sama dia tapi dia gak tau kedatangan aku, aku sengaja gak memberitahunya dulu”, jawabku dengan rasa sedih
“ ohh, ya ampun jadi kamu teh pacarnya Reza??, kamu bela- belain ke Bandung teh buat ketemu dia kitu ?,”tanyanya
“hah ?” sambil heran kenapa dia baru tahu aku pacarnya Reza, “ Jadi bisa anterin aku gak sih ?? tanyaku sambil kesal karena pertanyaan menjengkelkan itu,
“ Aduh gimana yah, saya teh gak berani anterin kamu takut salah faham dari Rezanya sendiri. Gini aja ya, saya kasih tau tempatnya nanti kamu yang kesana sendiri gimana ??, tanyanya dengan wajah pucat pasih dan sedikit gugup.
“ lokh kok gak berani sih?? Ada apaan sih?, tanyaku yang sama sekali tak mempedulikan pertanyaan Rendy sebelumnya,
“ Aduh kumaha nya, gak kenapa- kenapa sih, udah atuh gini aja sekarang kamu jalan ke  arah gang ujung pagar kampus sebelah kiri tah , terus kamu masuk gang itu sekitar 200 meter nanti dipinggir jalan gang itu ada pagar rumah cat kuning dan ada tulisan Kost Prima, nah disitu teh tempat Reza ngekost, dia tinggal di kamar kost nomor 6”, jelasnya dengan detail
“ ouhh, heumpp thanks yah, tapi …” jawabku yang segera di potong
“ udah sana katanya mau ketemu Reza, ouh ya jangan sampai Reza tau yah kalau Rendy yang kasih tau alamat kost dia, jangan bilang juga kalau kita ketemu, saya harap kamu mengerti yah” tegasnya
“ iya aku ngerti kok, thanks yah Ren?, sambil tersenyum walaupun aku sendiri sebenarnya tak mengerti kenapa dia bicara seperti itu.
“ Astagfirullah, Ren teh lupa tanya nama kamu saha ??” tanyanya sambil tertawa
“ Ouh iya lupa, hahaha … , nama aku Reisya Metafina, panggil aja aku Icha, salam kenal ya Ren” sambil tersenyum menjabatkan tanganku.
“ iyaa sama- sama cha, oh ya kalau ada apa- apa hubungi Ren aja ke nomor ini ya” sambil menyebutkan nomor handphone dan aku pun mencatatnya di handphone.
“ oke deh Ren, maaf udah ngerepotin kamu, assalamualaikum” ujarku
“ gak apa- apa, yaudah waalaikusalam cha” sambil tersenyum.
Aku segera melangkahkan kakiku, mempercepat waktu karena sudah pukul 14.00 WIB, aku menuju gang itu dan terus berjalan mencari pagar bercat kuning, kondisiku yang lemah tidak membuatku mengeluh, aku ingin segera menemui pacarku yang sudah hampir 5 bulan tak bertemu.
Setelah melewati langkah 200 meter, akhirnya sebuah rumah berjejer sekitar 10 petak seperti kostan dengan halaman yang luas, berpagar besi warna kuning dihiasi gemercik air gunung yang mengalir di bawah jembatan depan gerbang kost itu. ku buka pintu pagar itu, tapi tak terlihat dan tak terdengar bunyi ramai di sini, padahal di Jakarta tepatnya di tempat kost ku, apalagi pada siang hari, ramenya seperti pasar. Yang terlihat hanyalah jemuran pakaian , dan sangat terlihat motor matic merah yang sudah sangat aku kenal, itu motor yang sering kami pakai waktu SMA ketika berangkat sekolah bareng, pulang sekolah bareng. Gak mungkin aku tidak mengenal kendaraan yang satu ini, terlalu banyak kenangan yang kami lewati dimasa SMA dulu.
Ku lihat dan ku pandangi tiap nomor yang tertera di depan pintu kamar kost, akhirnya langkah demi langkah nomor 6 sudah terlihat dari kejauhan sekitar 25 meter dari arahku. Seketika itu perasaanku menjadi gelisah akhirnya aku memperlambat langkahku dan terbesit fikiran tentang Rendy yang tak mau mengantarkan aku ke sini, kalau memang tidak ada apa- apa kenapa Rendy begitu takut dan menghindar apalagi dia tak mau disebut namanya olehku di depan Reza, aku mulai curiga dan bertanya- Tanya ada apa dengan pacarku ini ??
Aku mulai menghentikan langkahku sejenak, aku heran dan kaget mendengar suara bising seperti ada yang memainkan gitar akustik dan sepertinya suara itu berada di kamar nomor 6, aku yang sempat panik dan curiga akhirnya segera mempercepat langkahku menuju suara itu. setelah aku berada 2 meter dari pintu nomor 6 itu terlihat pintu sudah terbuka dan aku lantas masuk dengan penuh keheranan,  seketika aku lemas dan tak bisa berbuat apa- apa melihat Reza dengan seorang wanita ditemani browniss cake yang ditaburi lilin, lampu yang sedikit menyinari kamar kost.
“Apa- apaan ini ??” tanyaku dengan nada penuh kehancuran
“ De, kamu kok bisa ada di sini ??, kapan datangnya? “ tanyanya dengan wajah pucat pasih, gugup, kaget.
Aku terdiam dan tak menjawab apa- apa, lalu dia meneruskan pembicaraanya,” Jangan salah faham de, aku sama……”
langsung ku potong pembicaraannya dengan nada sedih pelan sedikit tak terdengar suaraku,
“ ini yang kamu bilang sibuk , jadi ini yang buat kita menyantap pertengkaran setiap hari, ini balasan kamu, pantaskah kamu masih bilang sayang sama aku, aku di sini untuk kamu, tapi sayangnya kamu di sini untuk yang lain”.
“De….?? “, panggilan sayang untukku sambil memelas,” aku bisa jelasin semua de, kamu gak percaya gitu sama aku?, tegasnya dengan nada tinggi yang langsung aku jawab
“ Aku lemah, dan kelemahanku semudah itu kamu bodohi, gak perlu ada penjelasan lagi, aku kecewa.” Ujarku
“ Saha ieu ?, sayang ieu awewe saha ?” Tanya seorang wanita yang sejak pertama kali aku lihat duduk disamping Reza sambil menyuapkan sepotong browniss cake pada Reza
“ Marbot, gak usah ikut campur, bikin kacau” jawabku dengan kesal.
Dihadapanku, wanita itu langsung mencium pipi kiri Reza yang sejak tadi berdiri disampingnya mendengar pertengkaran kami, lalu pergi begitu saja tanpa mempedulikan kekesalanku, aku mulai geram melihat tingkahnya dan akhirnya aku mencoba mengejar langkah wanita itu bermaksud menjambak rambutnya, namun Reza menghalangiku dengan memegang tangan kananku lalu mencium keningku,
“ De, maafin aku please … aku bisa jelasin semua, oke dia itu orang ketiga di antara kita, aku selingkuh sama dia, namanya Clara, hubungan kami sudah 2 bulan. Aku seperti ini karena aku jenuh sama hubungan kita, kamu juga udah jarang perhatian sama aku de, aku ngaku salah de”, ujarnya dengan nada lembut penuh iba, namun apalah daya aku sudah terlampau kecewa melihat kenyataan ini. Bagaimana tidak, aku yang selalu setia tapi tak berarti apa- apa dimata dia, aku menaruh kepercayaan penuh tapi apa yang aku dapat saat ini, 3 tahun hubungan kami dapat dikalahkan dengan 2 bulan hubungan Reza sama Clara, dia memang mengakui kesalahannya itu tapi komitmen yang sudah kami bangun sejak awal berpacaran kini benar- benar dipertaruhkan, tidak ada kesempatan kedua bagi seseorang diantara kami yang mengkhianati pasangannya masing- masing. Itu komitmen yang dipertaruhkan saat ini.
“ Aku tahu de, aku ngaku salah tapi jangan selalu memojokkan aku, jangan kamu menganggap ini hanya kesalahan aku, ini juga kesalahan kamu yang gak peduli sama aku. Gak ada inisiatif buat ketemu padahal udah 5 bulan gak ketemu, jangan salahin aku sepenuhnya, udah lah lupain aja masalah ini, gak ada salahnya kan memulai dari awal” ujarnya kembali dengan kasar, membuatku meneteskan airmata,
 “ Lupain ? Mulai dari awal ?, astaga cowok macam apa kamu ini, kamu bukan Reza yang ku kenal dulu, lebih baik lupain semuanya aja”, tegasku
Lantas wanita yang membuatku geram itu muncul kembali , darahku terasa naik .
“ sayang, besok jangan lupa yah. Oh ya handphoneku ketinggalan nih, sampai ketemu besok yah beibh “ ujarnya dengan nada rayu dan seperti sengaja membuat aku cemburu, saat aku kembali ingin menjambak rambutnya, lagi- lagi Reza menghalangiku dengan menepis tanganku. Spontan aku berbicara
“ jelas buat aku, Lupain semua, tentang kita, tentang aku, hubungan kita, Lupain semuanya. Makasihh Za “. Tegasku dengan air mata yang sudah membasahi pipiku, sambil melangkah keluar meninggalkan nomor 6 itu.
Setelah melangkah jauh, tak terlihat olehku batang hidung Reza yang berniat mengejar kepergianku, aku mengharapkan dia menghalangi kepergianku dan tetap membiarkan aku disini, tapi semua itu hanya harapan kosong untukku. Dari situlah aku benar- benar menyadari, ini memang jalan yang sudah Tuhan tunjukkan kepadaku. 3 tahun tak berarti apa- apa, akhir yang menyedihkan dan tak sepadan saat awal pertemuan kami dulu. Sesampainya aku di depan gang samping kampus, setelah melewati pagar bercat kuning itu, ada Rendy yang sepertinya sudah menduga hal yang tak baik menerpaku, sepertinya dia tahu semua kelakuan Reza. Aku kecewa dengan Rendy yang tak member tahuku dari awal, apa yang disembunyikannya dariku tentang Reza membuat aku diterpa sebuah pertanyaan besar, tapi kini sudah tak berguna lagi.
Saat aku lewat di hadapannya, dia menyapa sambil mengkhawatirkan aku “ Cha, kamu gak apa- apa kan ??”, aku menoleh ke arahnya dan menatapnya penuh kesedihan lalu aku langsung pergi meninggalkannya, aku segera pulang dengan keadaan capek, lemas, tak ada tempat untuk berteduh hari ini. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang mala mini juga dan pulang membawa airmata dan kehancuran.

Adelina Sanusi
 

Sastra remaja Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting